Bismillahirrohmaanirrohiim
Kisah pertama, sebut saja namanya Fulanah, beliau baru setahun mengenal salaf dan akhirnya memutuskan untuk menuntut ilmu di sebuah Ma’had salaf.
Fulanah ini, sosok periang dan perhatian di mata teman temannya.
Jika ada yang sakit, belum makan, atau sedih, beliau paling duluan peka dan tanggap.
Dalam belajar pun, Fulanah ini, termasuk tholibul ilmi yang baik, selalu berusaha memahami dars yang di sampaikan, semangat mencatatanya dan malamnya, kembali menyalinnya ke catatan lain agar lebih rapi, rajin dan semangat memuroja’ahi dars dars yang berlalu, jika ada pelajaran yang masih rancu baginya, fulanah tidak berdiam diri, dia akan mencari teman yang bisa memahamkannya hingga faham dengan dars tersebut.
Semangatnya dalam ibadah sunnah pun demikian, sholat sunnah nya, puasa sunnahnya, dan selainnya.
Semuanya berubah, saat sepucuk surat dan kado sampai di tangannya.
Dan setelah hari itu, sikap sikap fulanah pun menjadi aneh.
Sering uring-uringan sendiri, mulai bermasalah dengan hampir semua akhwat di Asrama, sering menyendiri, melakukan hal hal yang aneh, hingga mengaku ngaku melihat jin.
Dan sedikitpun fulanah tak pernah menceritakan masalah yang di alaminya.
Semua terungkap, ketika di hari itu Fulanah mendadak hilang dan di temukan Ustadzah sedang termenung di pinggir jalan.
Akhwat lainnya, yang saat itu sedang tidur siang, bangun serentak saat Ustadzah memanggil dan bercerita melihat Fulanah di pinggir jalan.
Dengan gerakan cepat tanggap, 2 akhwat segera berpakaian lengkap dan bersama ustadzah mencari si fulanah.
Fulanah saat tahu sedang dicari, malah mempercepat langkahnya, dan saat di kejar, kontan fulanah malah mau menabrakkan dirinya pada truk yang melewati jalan. Alhamdulillah Allah masih menyelamatkan.
Dengan sedikit susah payah, Fulanah di gotong dalam keadaan mengamuk kembali ke asrama.
Saat sekembalinya di asrama, penghuni asrama mengira fulanah kerasukan, karena kuatnya amukannya, setelah di perhatikan, fulanah ternyata dalam keadaan sadar, hanya saja depresi berat.
Akhirnya Mudiroh Asrama memutuskan untuk membawa Fulanah ke RS jiwa Sardjito.
Sepulangnya teman akhwat kami yang menemani fulanah ke rs jiwa, mereka bercerita, saking kuatnya fulanah mengamuk, suntik bius pun sempat tidak mempan, hingga suntikan ke tiga baru fulanah bisa pingsan dengan tenang.
Bahkan fulanah sempat mau melompatkan diri dari tingkat atas di jendela rumah sakit.
Dan sempat, seorang bapak bapak paruh baya yang menyaksikan kejadian tersebut bertanya, “Itu belajar apa to, kok sampai pusing begitu”, akhirnya teman kami menceritakan cerita singkat penyebabnya.
Saat malam harinya, kami membereskan pakaian dan barang barang fulanah yang akan di jemput keluarganya besok, kami menemukan beberapa pucuk surat penyebab ini semua.
Akhirnya terkuak sudah, fulanah berhubungan dengan fulan yang mereka anggap itu ta’aruf.
Sering surat suratan dan telfonan. Tak jarang juga di sisipi gombal berlebih, seperti “Allah menggantikan buat saya bidadari di Surga yaitu kamu”, “walau jasadku jauh dari anty, tapi jiwaku selalu bersamamu” dan gombal gombal lainnya.Singkat cerita Fulanah akhirnya sangat cinta dan klepek klepek dengan fulan ini.
Dan pada akhirnya, si fulan mengirim surat terakhirnya dan kado terakhir berisi cadar, meminta untuk putus hubungan karena sudah berhubungan dengan sahabat baik fulanah di kampung.
Hancurlah hati si fulanah, sehingga merencanakan sesuatu yang bisa memudhorotkan dirinya.
Sebulan berlalu, akhwat menyempatkan menelpon si fulanah. Tapi si fulanah tak merespon, malah kami mendengar cerita pilu dari orang tuanya. Si Fulanah, nekat pergi ke Ma’had tempat fulan belajar, naik kereta api, dan mengamuk ke fulan.
Tak hanya itu, orang tua fulanah yang berusaha mencarikan pengganti untuk fulan, dan saat laki laki nya datang ke rumah, fulanah mengamuk dan mengancam orang tuanya dengan benda tajam.
Dan itu hubungan terakhir kami dengan fulanah, semenjak itu kami tak pernah lagi bisa mengetahui kabar dari Fulanah. Nas’alullaha assalamah wal ‘aafiyah.
Kisah kedua, cerita ini kami diceritakan oleh seorang ustadz, saat membahas kitab Al Insyiroh fil adabinnisaa’, masalah ta’aruf. Beliau berkata, kalau ta’aruf itu di lakukan saat benar benar kuat niatan mau menika bukan sekedar iseng dan kemauan setengah setengah. Dan saat ta’aruf, jangan terlalu berdalam dalam sebelum nadzor. Karena jika sudah ada rasa tertanam, dan qodarallah saat satu pihak nanti tidak cocok saat nadzor, tentunya menyakitkan hati. Berbeda dengan ketika benar benar ta’aruf syar’i. Dengan informasi yang cukup dan lengkap, hanya melalui walinya, dan saat nadzor merasa tidak cocok, pihak yang menolak dengan mudah saja membatalkan tanpa beban di hati, dan yang di tolak tidak kecewa berkepanjangan.
Beliau pun bercerita, ada akhwat sudah 7 tahun berniqob, kemudian berta’aruf dengan seorang ikhwan dan terlalu berdalam dalam sehingga melambungkan angan angan dan harapan yang terlalu tinggi. Qodarallah saat nadzor si ikhwan merasa tak cocok, hanya karena rambut yang tidak lurus. Besoknya, si ikhwan membatalkan ta’arufnya, dengan cara tak sopan, mungkin karena tidak enak atau berat, dia membatalkan ta’arufnya lewat temanya sesama ikhwan. Si akhwat shock, dan entah bagaimana ceritanya sampai sampai si akhwat sekarang tak berhijab. Wallohul muwaffiq.
Kisah ketiga, seorang ikhwan yang tertipu karena berta’aruf lewat dunia maya. Dan semuanya terkuak saat sudah menikah. Mulai dari status si Akhwat yang ternyata janda satu anak, dan banyak lainnya. Dan paling parah saat si akhwat ini tak mau mengakui anak kandungnya yang masih berusia 4 bulan. Setelah menikah, bukannya sembuh, si akhwat tetap banyak melakukan makar makar, bukan hanya sama suaminya saja, tapi dengan orang orang lain, sampai sampai suaminya harus menahan malu karena otomatis terseret dan merasa bertanggung jawab dengan kasus kasus yang di lakukan si isteri.
Kisah kisah di atas, ada yang di saksikan langsung, dan di ceritakan dari sumber yang terpercaya insya Allah.
Ibroh dari kisah kisah di atas, di antaranya :
1. Sebelum ta’aruf, dan sebelum melakukan apapun itu, di perlukan yang namanya ‘ilmu. Agar tak salah langkah dan salah kaprah dengan tujuan sebenarnya. Seperti apa itu ta’aruf, apa tujuan ta’aruf dan bagaimana langkah langkah ta’aruf yang syar’i.
2. Ta’aruf lah sebagaimana ta’aruf yang syar’i seperti benar benar berniat akan ta’aruf, dan ta’aruf melalui perantara. Buka dengan berduaan dan berhubungan langsung. Dan tidak berdalam dalam melebihi kebutuhan, agar ketika kurang sreg gampang menutarakan tanpa beban, dan ketika di tolak tidak kecewa berkepanjangan.
3. Jika ta’aruf benar benar mencari informasi yang di ta’arufi, bahkan Ustadz Abu Usama Yahya Allijazy, menyarankan untuk juga mengetahui hafalan dan ibadah ibadah sunnah yang rutin di lakukan, untuk mengukur semangatnya kepada Agama sampai mana.
4. Terpenting, selalu berdo’a kepada Allah untuk di mudahkan dalam setiap urusannya, di jaga hatinya dari perkara tidak baik, di jaga keselamatan agamanya dalam setia keadaan.
Penulis; Faqihah Dzakiyah
0 comments:
Post a Comment